IISY (Indonesian International School Yangon) adalah satu-satunya sekolah Indonesia di luar negeri yang memiliki label international. Sejak tahun pelajaran 2004/2005 pelabelan ini menempatkannya di posisi antara keinginan untuk mempertahankan keberadaan dengan beban berat yang sudah disadari sejak awal. Keberanian untuk melangkah maju dan berubah dari Sekolah Indonesia Duta Teruna Yangon menjadi salah satu sekolah yang memiliki karakter tersendiri memungkinkan sekolah ini mampu lebih bersaing dengan sekolah internasional lain yang sudah mapan.
Duta Teruna menjadi Duta Budaya
Secara formal, IISY memiliki dua induk: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Luar Negeri (Deplu) yang diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon. Dalam hal teknis pengelolaan kurikulum dan manajemen sekolah, IISY menjadikan peraturan-peraturan Depdiknas sebagai pedoman pokok. Dalam perjalanannya IISY mengakomodir permintaan-permintaan masyarakat setempat yang ingin mempersiapkan masa depan putra-putrinya sesuai dengan perencanaan keluarga mereka. Bapak Wahono, kepala sekolah terdahulu sebagai pendiri IISY menyebut pendekatan ini sebagai kurikulum Indonesia Plus.
Dalam hal pengelolaan fasilitas, pembiayaan, dan aktivitas, IISY mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh KBRI Yangon. Dengan posisi ini, selain berperan sebagai agen pendidikan, IISY juga berperan sebagai duta budaya dalam membantu salah satu misi KBRI untuk melancarkan diplomasi melalui kebudayaan. Tiga ratus orang siswa lebih saat ini, tersebar dari Taman Kanak-kanak sampai kelas XI SMA, adalah agen-agen yang secara tidak langsung bersinggungan dengan kultur Indonesia. Mereka adalah agen-agen penyebar informasi tentang Indonesia. Melalui keterlibatan langsung di dalam berbagai kegiatan pentas seni tradisional seperti arumba, angklung, pertunjukan upacara adat, terlibat dalam upacara peringatan HUT RI ke-64 yang baru lalu, mereka memberikan informasi tentang Indonesia di negara akreditasi khususnya dan di negara-negara lain asal negara para siswa.
Kekhawatiran akan ditutupnya sekolah, mengingat keterbatasan jumlah siswa, tampaknya sekarang bukan merupakan hambatan lagi. Yang terjadi adalah bertambahnya beban manajemen sekolah. Upaya untuk memadukan kurikulum nasional dengan keinginan untuk mengakomodir permintaan masyarakat setempat akan kurikulum internasional menuntut kerja keras dari pengelola sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah dan guru-guru Indonesia yang saat ini hanya berjumlah tiga orang. Dengan beban jam mengajar yang tinggi, maka inovasi akan berjalan lambat. Untuk itu diperlukan penambahan jumlah guru Indonesia dalam waktu yang dekat. Jika tidak, maka perlu waktu yang lama bagi IISY untuk bisa mensejajarkan diri dengan sekolah internasional lainnya.
Kurikulum Nasional atau Kurikulum Internasional?
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, kurikulum Indonesia Plus sebenarnya adalah upaya IISY untuk membuat sintesa dengan mencoba melebur dikhotomi nasional-internasional. Pada kurikulum ini, karakter nasional religius masih kuat dipertahankan. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic serta pelajaran Sejarah atau History, melaksanakan pengelompokkan siswa Indonesia dan asing. Untuk siswa Indonesia, materi dan acuan persis sama dengan yang digunakan di Indonesia, sedangkan untuk siswa asing, mereka dibekali kewarganegaraan dan sejarah tentang Myanmar atau negara-negara Asia. Begitu pula halnya dengan pelajaran agama, diberikan dengan mengelompokkan siswa ke dalam kelompok agama Islam, Kristen dan Budha. Dengan demikian penanaman akhlak, sikap, dan budi pekerti bisa dilaksanakan secara formal.
Untuk pelajaran bahasa Inggris, IISY memberikan porsi jam pelajaran yang banyak. Hal ini dilakukan mengingat dua hal. Pertimbangan pertama, bahasa pengantar sekolah adalah bahasa Inggris serta pertimbangan kedua adalah target mengikuti ujian internasional bagi siswa kelas X untuk pelajaran ini.
Pada tahun ajaran 2008/2009, empat orang siswa yang dikirim ke British Council (salah satu perwakilan resmi dari Cambridge International Examinations (CIE)) mengikuti program Core examination semuanya lulus dan berhak mendapat sertifikat IGCSE (International General Certificate for Secondary Education). Sebuah awal yang cukup bagus. Untuk tahun pelajaran 2009/2010, IISY mempersiapkan sepuluh orang siswa untuk mengikuti ujian sejenis pada periode Mei-Juni tahun 2010.
Pada tahun ajaran 2008/2009 pula, Matematika adalah pelajaran kedua selain bahasa Inggris yang diikutkan dalam ujian IGCSE. Dari empat orang kandidat, satu orang ungraded karena gangguan kesehatan selama masa persiapan. Seperti halnya pada pelajaran bahasa Inggris, IISY tengah mempersiapkan para siswa untuk mengikuti ujian Matematika untuk periode Mei-Juni tahun 2010.
Pelajaran ketiga yang sedang dipersiapkan adalah Science. Sehingga pada tahun pelajaran 2009/2010, diproyeksikan tiga mata pelajaran akan diikutsertakan dalam ujian internasional. Secara bertahap, pelan tetapi pasti, IISY melangkah ke kancah persaingan global. Dikatakan demikian karena penyelenggara ujian adalah lembaga yang memiliki kualifikasi internasional dan sertifikat yang dikeluarkan pun diterima secara luas di berbagai negara.
Partnership
Untuk lebih memantapkan persiapan ujian internasional, IISY telah menjalin partnership dengan British Council Yangon. Kemudahan untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki Britich Council serta dokumen pengakuan terhadap IISY sebagai salah satu pusat belajar memberikan dorongan lebih kuat bagi semua pihak terkait untuk lebih serius dan giat bekerja guna memenangkan persaingan.
Itulah sekilas IISY dalam perjuangannya untuk menjadi sekolah yang mempromosikan Indonesia, melayani kepentingan nasional sekaligus mengakomodir kepentingan masyarakat setempat. Pola ini mungkin bisa mengilhami sekolah-sekolah lain baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri untuk bisa membubuhkan label internasional, meskipun masih terbatas pada sebagian kecil rombongan belajar. Sehingga pada gilirannya, label internasional akan lebih bermakna baik bagi siswa maupun bagi sekolah yang bersangkutan.
Perjalanan masih panjang. Kerja keras, improvisasi, dan keinginan untuk maju masih sangat diperlukan untuk menjadikan IISY atau sekolah lain yang ingin terjun ke kancah internasional bisa memiliki pengakuan atas keinternasionalanya, meskipun secara isi, kurikulum nasional tidak bisa dikatakan lebih rendah dari kurikulum internasional, kecuali untuk mata pelajaran bahasa Inggris. So, keep on struggling!
No comments: